Perubahan Status Gunung Wayang, Wacana Pelestarian Alam Berbasis Ekonomi Kerakyatan

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung mewacanakan untuk merubah status Gunung Wayang menjadi Taman Hutan Raya (Tahura). Namun wacana tersebut masih membutuhkan kajian secara komprehensif dari seluruh stakeholder.

 

Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bandung Drs. H. Teddy Kusdiana, usai acara Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan Kawasan Pelestarian Alam di Kabupaten Bandung di Bale Winaya Soreang, Selasa (25/6/2019).

 

“Hari ini dilaksanakan FGD, dilemparkan sebuah wacana bahwa kita akan merubah status Gunung Wayang menjadi Taman Hutan Raya (Tahura). Tentunya ini memerlukan kajian-kajian yang lebih mendalam, komprehensif dan integral dari seluruh stakeholder,” ungkap Sekda Teddy Kusdiana.

 

Kajian tersebut menurutnya sangat diperlukan, agar pada saat tahura ini terbentuk, pengelolaannya lebih terpadu serta berbasis ekonomi kerakyatan. “Jika pemerintah pusat mendukung wacana ini, dan menunjuk otoritas pengelola yang ditentukan melalui peraturan perundangan, maka pengelolaannya diharapkan akan lebih terpadu. Intinya, merubah status namun perekonomian dan penghidupan masyarakat akan tetap terjamin dan menjadi prioritas,” jelasnya.

 

Wacana yang masih terkait upaya pemulihan Sungai Citarum itu tambah Sekda, harus disikapi bersama oleh seluruh pemangku kepentingan. Terlebih lagi ada delapan kabupaten kota yang dilintasi sungai tersebut, yaitu Kabupaten Bandung, Sumedang, Cianjur, Purwakarta, Bogor dan Karawang serta Kota Bandung dan Cimahi.

 

“Pelestarian alam dari hulu hingga hilir Sungai Citarum, meliputi delapan kabupaten kota. Jadi harus ada intervensi pemerintah pusat dan provinsi baik dari segi anggaran, kebijakan maupun peraturan, dan harus dilaksanakan secara bersama-sama oleh seluruh stakeholder dan masyarakat,” lanjut Sekda.

 

Dari sisi peran serta masyarakat ia menyampaikan, Bupati Dadang Naser kerap mengimbau warga terutama para petani di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, untuk memperhatikan pola tanam.

 

“Lahan di kemiringan harus ada sengkedan, tidak menanam sayuran di kemiringan lebih dari 30 derajat, pengaturan pola tanam dengan memperhatikan sabuk gunung yaitu dengan menanam pohon keras. Pola tanam ini secara teknis diberikan oleh penyuluh-penyuluh pertanian. Jadi poin pentingnya pertanian jalan, kelestarian alam juga tetap terjaga,” imbuh Teddy.

 

FGD yang diikuti oleh para pegiat lingkungan Kabupaten Bandung tersebut, menghadirkan narasumber di antaranya Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Dr. Ir. Anang Sudarna, M.Sc, Ph.D, Ketua Pusat Unggulan Lingkungan dan Ilmu Keberlanjutan (PULIK) Universitas Padjadjaran (UNPAD) Parikesit, M.Sc, Ph.D, dan Peneliti/Dosen UNPAD Budhi Gunawan, M.A, Ph.D.

 

Selain itu dihadiri pula Kepala Divisi Regional (Kadivreg) Divisi Jawa Barat (Jabar) Banten Oman Suherman, Manajer Kebun Kertamanah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Dedi Kusramdani, Administratur Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan Perhutani Tedy Sumartu dan Tokoh Lingkungan Eyang Memet.

 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung Asep Kusumah menambahkan, upaya yang digulirkan Pemkab Bandung tersebut berdasarkan pertimbangan, bahwa diperlukan berbagai pendekatan untuk mempercepat pemulihan Sungai Citarum.

 

“Diperlukan berbagai strategi dan pendekatan untuk memperkuat upaya pemulihan kawasan hulu Citarum, yang mampu menjawab semua persoalan secara lebih konkrit,” tambah Kepala DLH. 

 

Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pemulihan DAS Citarum, wacana tahura merupakan tambahan pemikiran untuk memperkuat upaya percepatan tersebut.

 

“Status tahura merupakan salah satu alternatif untuk memberikan akses dalam pengembangan berbagai hal. Di situ ada fungsi pelestarian, pemanfaatan, ilmu pengetahuan, pendidikan, budaya dan budidaya. Secara awal gagasan ini memiliki korelasi dengan fakta-fakta di lapangan. Statusnya memang kawasan hutan lindung, namun ada aktivitas masyarakat yang kehidupannya bergantung pada hutan,” papar Asep Kusumah.

 

Asep melanjutkan, FGD ini merupakan awal, dengan mencoba melibatkan pihak-pihak yang terkait. “Meskipun belum semuanya bisa hadir, namun ini merupakan spirit awal untuk menarik semua pemikiran,” lanjut Asep.

 

Dalam diskusi tersebut juga terungkap, bahwa selain Gunung Wayang ada pula kawasan lainnya yang patut mendapat perhatian. “Selain Gunung Wayang, ada Haruman dan Bedil. Perubahan status yang kita wacanakan ini, merupakan upaya mengubah paradigma pemanfaatan hutan. Ada manfaat tidak langsung yang bisa diambil masyarakat, misalnya dari bidang pariwisata, pengembangan produk pertanian non-kayu, yang juga akan mendorong masyarakat untuk mendapatkan nilai ekonomis,” pungkas Asep.

 

Sumber: Humas Pemkab Bandung