Kesejahteraan Warga tak Alami Peningkatan

    Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat antara panitia khusus (pansus) DPRD Kab. Bandung yang membahas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah dan FDA serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) lainnya di Garden Permata Hotel Bandung, Jumat (2/5). Metode yang dilakukan dalam pelaksanaan CRC adalah survei partisipatif di 30 kecamatan dengan mengumpulkan masukan atas kinerja penyediaan layanan publik.

    Sekjen FDA, Umar Alam Nusantara menjelaskan, dalam temuan CRC, sarana kesehatan yang paling dekat dan murah adalah puskesmas dan posyandu, namun masyarakat lebih suka ke apotek dan rumah sakit. Selain itu, banyak di antara mereka yang tidak bisa berobat di malam hari dan ke rumah sakit karena tingginya biaya.

    Masyarakat yang rentan menjadi miskin karena sakit tersebar di 12 kecamatan, di antaranya Kec. Baleendah, Kec. Banjaran, Kec. Soreang, dan Kec. Rancaekek, ungkap Umar seraya menambahkan, sektor kesehatan dipilih karena merupakan modal dasar.

    Dalam LKPJ Bupati Bandung, pendapatan asli daerah (PAD) Kab. Bandung lebih besar berasal dari retribusi pelayanan publik, termasuk dari retribusi kesehatan. FDA memberikan rekomendasi agar segera menghilangkan retribusi kesehatan. Itu sebagai langkah awal menuju jaminan pelayanan kesehatan masyarakat (JKPM).

    JKPM di Kab. Bandung harus diimplementasikan pada 2009. Rp 1,02 triliun yang diserap langsung 30.000 aparatur, tidak sebanding dengan pelayanan publik yang didapatkan masyarakat. Tidak ada alasan yang cukup kuat untuk menghindar dari penggratisan biaya kesehatan.

    Ketua pansus Dadang Rusdiana mengatakan, tidak ada mekanisme kontrol terhadap eksekutif. Seharusnya, ada kontrol dan monitoring terhadap kinerja kepala daerah. Tidak hanya sekadar mendengar LKPJ tiap tahunnya.
 
 
Sumber: Harian Umum Pikiran Rakyat, Sabtu 3 Mei 2008