8 Kecamatan Siap Melakukan ORI

Sebanyak 8 Kecamatan di Kabupaten Bandung siap melakukan Outbreak Response Immunization (ORI), sebagai upaya penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu penyakit dengan pemberian imunisasi, yakni Difteri.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung dr. H. Achmad Kustijadi, M.Epid mengatakan, ORI Difteri tersebut akan dilakukan di beberapa puskesmas Kecamatan diantaranya Kecamatan Soreang, Kutawaringin, Pasirjambu, Margaasih, Banjaran, Paseh, Nagreg dan Kecamatan Cikancung.

“Kita akan lakukan ORI Difteri di 8 kecamatan pada senin, 19 Februari 2018. Sasarannya adalah anak usia 1 sampai 19 tahun, dengan volume berbeda –beda. ORI sendiri merupakan strategi untuk mencapai kekebalan individu dan komunitas hingga 90-95%, sehingga KLB difteri bisa diatasi,” ucapnya, usai Acara Sosialisasi dan Koordinasi persiapan pelaksanaan Outbreak Response Imunization (ORI) penyakit Difteri, di hadapan para Muspida, Camat, TP. PKK, UPT Diknas, UPT dan LSM, yang berlangsung di Aula Gedung Korpri Soreang, Selasa (13/2).

Achmad Kustijadi menjelaskan, pihaknya sudah melakukan pendataan sasaran jangkauan persiapan ORI, yakni untuk Kecamatan Soreang tercatat 35.667 anak, Kecamatan Kutawaringin 31.850 anak, Kecamatan Pasirjambu 28.493 anak, Kecamatan Margahayu 37.927 anak, Kecamatan Banjaran 44,443 anak, Kecamatan Paseh 44.472 anak, Kecamatan Nagreg 18.743 anak dan Kecamatan Cikancung sebanyak 30.748 anak yang akan mendapatkan imunisasi difteri.

“Target sasaran Ori difteri ini berlangsung satu bulan, namun untuk kecamatan yang angka imunisasinya besar, akan dibantu dengan puskesmas ring 1 yang tidak melakukan ORI. Vaksin ini ada 3 jenis, karena beda vaksin beda pula sasarannya. Vaksin untuk mencegah penyakit difteri ada 3 macam, yakni DPT (vaksin kombinasi mencegah difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, dan haemophilus Influenza tipe B) diberikan pada bayi usia 2, 3 dan 4 bulan sebanyak 3 kali dengan interval 1 bulan, dan diberikan 1 kali pada usia 18-24 bulan, DT (vaksin kombinasi difteri dan tetanus) diberikan pada anak sekolah dasar kelas 1 pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), dan Td (vaksin kombinasi tetanus dan difteri) diberikan pada anak sekolah dasar kelas 2 dan 5 pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Wanita Usia Subur (WUS) termasuk ibu hamil diberikan vaksin Td atau bisa juga untuk usia dewasa,” urainya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan dari 27 Kabupaten / Kota di Jawa Barat, Kasus Difteri terjadi di 12 Kabupaten / Kota, yakni Kabupaten Purwakarta, Kab Kerawang, Kab Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kab Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kab Ciamis, Kab Garut, Kab Cianjur, Kab Sukabumi, Kabupaten Tasikmalaya.

Data tersebut, menjadikan sebagian besar wilayah ditetapkan sebagai daerah yang harus melakukan ORI.

Namun menurutnya, karena Kabupaten Bandung mengalami penurunan angka kasus difteri yaitu pada tahun 2017 tercatat 7 kasus, sedangkan hingga minggu kedua bulan Februari 2018 sebanyak 2 kasus, dengan kondisi semua pasien sudah kembali sehat, sesuai Surat Edaran Kementrian Kesehatan RI, Kabupaten Bandung tidak termasuk daerah yangharus melakukan ORI.

“Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Kesehatan nomor: UM 01.05/ II/ 458/ 2018, tanggal 9 Februari 2018, beberapa wilayah mengalami penurunan kasus difteri. Maka kita (Kabupaten Bandung) ditetapkan sebagai wilayah yang tidak termasuk ORI. Maksud ORI adalah agar kekebalan tubuh anak meningkat secara bersamaan serentak sehingga memutuskan penularan kuman difteri dan mencegah terjadinya penyakit sehingga tidak terjadi kematian akibat difteri. Tetapi meski begitu, kita semua harus tetap waspada,” tegas dr. Dedi sapaan akrabnya.

Hadir selaku narasumber, Komite Ahli dari Kementrian Kesehatan RI untuk Difteri Dr. Anggraeni Alam, dr. Sp. A(K) menjelaskan bahwa difteri ini kasus lama yang bersemi kembali.

Menurutnya, pada tahun 2000 silam, di Jawa Barat pernah terjadi kasus difteri dengan temuan yang cukup banyak.

Kemudian ditemukan lagi tahun 2014 dan 2017, dengan kondisi pasien berbeda.

Selanjutnya, dr. Anggi menjelaskan, Difteri adalah salah satu penyakit yang sangat menular, dapat dicegah dengan imunisasi dan disebabkan oleh bakteri gram positif Corynebacterium diphteriae strain toksin.

Menurutnya, penyakit ini ditandai dengan adanya peradangan pada tempat infeksi, terutama pada selaput mukosa faring, laring, tonsil, hidung dan juga pada kulit.

“Cakupan imunisasi sudah luas dilakukan, namun mengapa kasus kematian dampak difteri masih tinggi. Untuk daerah suspect positif sebetulnya bukan pada penanganan yang sakit. Tapi lebih pada menurunkan potensi penularan,” ujar dokter yang biasa disapa dr. Anggi itu.

Cara yang paling pas untuk dilakukan di Kabupaten Bandung lanjutnya, yakni cakupan imunisasi dengan penguatan Imunisasi Rutin Difteri di semua level tingkatan, seperti Posyandu, Desa, Puskesmas dan Kecamatan, dengan tercapainya UCI/Universal Child Immunization 80 %.

Sementara, Asisten Pemerintahan Sekertariat Daerah H.Yudhi Haryanto, SH.,SP1 berharap semua pihak bisa responsip terhadap segala kemungkinan terjadinya kasus difteri di Kabupaten Bandung.

Pihaknya mendorong semua untuk berperan aktif.

Camat, PKK, Muspida, unsur pendidikan, LSM serta media ambil bagian dalam mensukseskan ORI Difteri di Kabupaten Bandung, khusus kerjasama masyarakat sebagai penerima vaksin.

“Saya harap semua bisa berperan aktif, memberikan informasi, mengedukasi dan memotivasi. Masyarakat jangan takut apalagi menolak vaksin, karena ini sangat penting. Ajaklah anak Anda untuk diberi vaksin agar terhindar dari penyakit difteri yang mematikan ini,” tegasnya.

Press Release Kominfo Setda.