15 BPR Milik Pemkab Bandung Akan Digabung

    Dalam rapat kerja itu, Komisi B mengusulkan agar segera dilakukan audit atas aset BPR sebelum akhirnya dilakukan penggabungan. Rapat itu juga mengungkapkan, awalnya Pemkab Bandung memiliki 27 BPR. Namun pada 1999 Bank Indonesia (BI)  membekukan 12 BPR karena kondisinya yang tidak sehat. Lalu pada 2002, BI mengeluarkan SK pencabutan izin usaha 12 BPR milik Pemkab Bandung itu.

    Kredit macet yang harus ditanggung oleh 12 BPR itu sekira Rp 4 miliar, yang kemudian ditanggung sementara oleh BI. Belakangan, BI menagih uang Rp 4 miliar itu ke Pemkab Bandung, dan hingga saat ini baru dibayar sekira Rp 200 juta.

    Karena itu, kami berpikir daripada Pemkab harus terus menanggung kerugian BPR, lebih baik 15 BPR yang tersisa digabung menjadi satu, agar kondisi keuangannya sehat dan kinerjanya menjadi lebih baik. Anggota Dewan Pengawas BPR Kab. Bandung, Ruyana mengatakan, dari 15 BPR yang ada, hanya tiga BPR saja yang bisa menghasilkan keuntungan dan menyumbangkan PAD. Sisanya selalu dalam kondisi merugi.

    Anggota Dewan Pengawas lainnya, Arifin mengatakan, banyak persoalan yang membuat BPR milik Pemkab Bandung tidak sehat. Persoalan yang menonjol adalah, kredit macet, kebijakan pengelolaan yang berlainan satu sama lain, beratnya langkah pengawasan, keterbatasan SDM, ketatnya persaingan dengan BPR swasta, dan lainnya.

    Menurut Arifin, baik Pemkab Bandung maupun BI, sudah memiliki ide yang sama, bahwa BPR yang ada harus digabung. Sekarang sudah ada SK Bupati tentang pembentukan panitia pembubaran 12 BPR dan pembentukan panitia penggabungan 15 BPR.Panitia yang dibentuk itu akan melakukan inventarisasi aset, melakukan koordinasi dan konsultasi dengan lembaga terkait, menyusun corporate plan, dan menyusun raperda BPR.

    Selain itu Pemkab Bandung juga harus melengkapi syarat ke BI, yakni pengajuan calon direksi, susunan dewan pengawas, lokasi kantor, dan nama baru BPR nanti. Saat ini kita sedang menyusun konsep tiga direksi. Satu direktur utama, dan dua direktur.

    Usai rapat kerja, Tb. Raditya mengatakan, pada intinya dewan sepakat untuk penggabungan 15 BPR. Namun, prosesnya harus benar dan penggabungan itu dipastikan akan meningkatkan kinerja BPR. Yang kami mau, audit dulu aset 12 BPR yang dibekukan, serta aset 15 BPR yang tersisa. Setelah itu, baru masuk pada proses penggabungan yang sesuai aturan.

 

Sumber : Harian Umum Pikiran Rakyat, Jumat 27 Juni 2008