Reaktif Rapid Test, Belum Tentu Positif Covid-19

Untuk memutus mata rantai penyebaran penyakit akibat virus corona (covid-19), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 gencar melakukan Rapid Test Diagnostic (RDT) antibodi di berbagai tempat dan kesempatan kepada berbagai kalangan.

 

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bandung melalui Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Kesehatan (Yankes) dr. Riantini menerangkan, RDT antibodi merupakan metode skrining awal untuk mendeteksi adanya antibodi. 

 

“Antibodi berupa IgM (Immunoglobulin M) akan diproduksi tubuh setelah 7 hari terpapar virus. Sedangkan IgG (Immunoglobulin G) muncul setelah 14 hari. Terdeteksinya IgM menandakan pasien tengah terinfeksi akut, sementara bila terdeteksi IgG menandakan pasien dalam masa pemulihan,” terang Kabid Yankes.

 

Penggunaan RDT antibodi ini dianggap paling mudah, karena tidak memerlukan fasilitas laboratorium yang canggih dan hasilnya cepat didapat. 

 

“Dalam waktu kurang dari 1 jam, biasanya sudah bisa didapatkan hasilnya. Apakah seseorang kemungkinan terpapar covid-19

atau tidak. Hasilnya akan berupa garis yang muncul 10–15 menit setelahnya. Namun perlu dipahami, bahwa hasil dari RDT antibodi, tidak serta merta menjadikan seseorang dikatakan menderita covid-19 atau tidak,” urainya.

 

Prosedur pemeriksaan RDT antibodi dimulai dengan mengambil sampel darah dari ujung jari, kemudian diteteskan ke alat rapid test. Selanjutnya, cairan untuk menandai antibodi akan diteteskan di tempat yang sama.

 

“Bila hasil tesnya reaktif, tidak perlu panik. Karena antibodi yang terdeteksi alat tes, bisa saja antibodi yang terbentuk akibat virus lain selain corona. Untuk memastikannya, harus dilakukan swab dan dikonfirmasi dengan tes yang direkomendasikan WHO (World Health Organization), yaitu rRT-PCR (real-time Reverse Transcriptase - Polimerase Chain Reaction)," beber Riantini.

 

Tes PCR itu sendiri, kata dia, hasilnya membutuhkan waktu hingga berhari-hari. Selama menunggu hasilnya, pasien harus menjalani isolasi mandiri selama paling sedikit 14 hari.

 

Selama isolasi mandiri, pasien harus menghindari bepergian maupun kontak dengan orang lain yang tinggal serumah. Selain itu harus menerapkan pola hidup bersih dan sehat, menjaga jarak setidaknya 1 meter dari orang lain, dan mengenakan masker saat harus berinteraksi.

 

"Seorang pasien dinyatakan sembuh atau clear dari covid-19, setelah menunjukkan hasil negatif usai dilakukan rRT-PCR dua kali berturut-turut," kata dia.

 

Demikian pula bila seseorang melakukan RDT antibodi dan hasilnya negatif, harus diikuti dengan isolasi mandiri. Karena terangnya, saat seseorang terpapar virus corona, tidak serta merta akan menghasilkan antibodi.

 

“Disarankan untuk tetap melakukan isolasi mandiri, walaupun tidak mengalami gejala sama sekali dan merasa sehat. Setelah itu, harus dilakukan RDT antibodi ulang pada 7 sampai 10 hari kemudian. Jika tetap negatif, baru dapat dikatakan tidak terdeteksi adanya virus corona,” ucapnya pula.

 

Apapun hasil RDT antibodi yang didapat, ia mengimbau agar peserta tes terus memantau kondisi kesehatannya sendiri. Bila muncul gejala covid-19, seperti batuk, demam, suara serak dan sesak napas, segera hubungi fasilitas layanan kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.

 

Lebih jauh ia menuturkan, saat ini dikenal dua jenis RDT yaitu antibodi dan antigen. RDT antibodi seperti yang dilakukan di Indonesia dan Amerika Serikat, dan RDT antigen seperti yang dilakukan di Korea Selatan dan Malaysia.

 

Untuk harga alat tesnya saja, RDT antibodi berkisar antara Rp. 200-300 ribu. Sementara RDT antigen berkisar antara Rp. 700-800 ribu, dan alat tes rRT-PCR ada di kisaran Rp. 2,5 juta.

 

“Untuk memahami perbedaan dua jenis RDT, kita harus memahami dulu hubungan antara antigen dan antibodi. Ketika ada antigen masuk ke dalam tubuh, dalam hal ini virus corona, sistem pertahanan tubuh kita akan melawan. Dalam sel darah putih manusia, ada tim khusus untuk melawan virus yaitu antibodi. Antibodi akan menempel pada antigen, sehingga kemampuan virus memasuki sel tubuh dan memperbanyak diri dapat dicegah,” tuturnya.

 

Dengan pemahaman tersebut, ia pun menguraikan, bahwa RDT antigen adalah tes cepat untuk mendeteksi keberadaan antigen, yaitu benda asing (virus) dalam tubuh. Sampel pemeriksaan untuk RDT antigen, biasanya diambil dari lendir di belakang tenggorokan pasien.

 

“Setelah diproses, akan diteteskan pada alat tes. Jika terdapat antigen dalam bahan pemeriksaan maka akan terjadi penempelan dengan antibodi yang tersedia dalam alat tes. Ini artinya hasilnya positif,” lanjut Riantini pula.

 

Sebaliknya, RDT antibodi akan mendeteksi apakah ada antibodi dalam sampel darah yang diperiksa. Dalam alat ini terdapat antigen, untuk mendeteksi munculnya antibodi di tubuh pasien. 

 

“Jika pernah terpapar virus, maka akan terjadi pertemuan antara antibodi dalam darah pasien dengan antigen yang sudah ada dalam alat tes. Atau dengan kata lain hasilnya akan reaktif,” pungkasnya.

 

Sumber: Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan