Parungserab Kekurangan Sampah

Kepala Desa Parungserab, Emi Hasmiaty, mengatakan, Mesin pengolah sampah di desanya diperoleh dari Bank Dunia pada tahun 2004. Ada dua unit mesin, masing-masing satu unit untuk memecah sampah plastik dan satu unit lainnya untuk menggiling sampah organik menjadi pupuk.

Hanya, mesin itu belum sepenuhnya menghasilkan uang untuk pemerintah desa. Pupuk kompos yang diproduksi belum diterima oleh para petani karena tak bermerek. Satu-satunya penghasilan desa adalah upah maklun. Mayoritas "pegiat" rongsokan--terutama jenis plastik--di desa tersebut, menggunakan jasa penggilingan mesin itu. Upahnya bervariasi dari Rp 1.000,00 hingga Rp 1.500,00 per kilogram plastik yang digiling. Jadi, bukan mentahannya. Dari upah itu, kami bisa membayar gaji pegawai, listrik, dan air.

Tertarik pengolahan sampah di Desa Parungserab, Ketua Komisi C DPRD Kab. Bandung Barat, Aa Umbara Sutisna, berkunjung ke instalasi pengolahan sampah itu, Kamis (17/1). Ia bercita-cita membangun instalasi serupa di Kab. Bandung Barat. Untuk sementara, mungkin skala kecil dulu di Kec. Lembang. Siapa tahu, nanti setiap kecamatan di Kab. Bandung Barat diharuskan memiliki instalasi pengolahan sampah.

hari-hari ini, sejak ditutupnya TPA Pasirbuluh di Desa Wangunharja, persoalan sampah membelit Kec. Lembang. Terjadi penumpukan sampah, terutama di Pasar Panorama. Para pedagang dan masyarakat mulai mengeluh karena bau tak sedap mulai tercium. Ini persoalan serius buat Lembang. Makanya, perlu langkah terobosan. Salah satunya dengan membangun instalasi pengolahan sampah.

Hal senada diungkapkan Camat Lembang, Cecep Suhendar. Menurut dia, setiap hari, produksi sampah Kec. Lembang mencapai 10 meter kubik. beliau pribadi, berkeinginan memiliki instalasi pengolahan sampah. Dalam waktu dekat, kami akan mengumpulkan semua kepala desa dan unsur karang taruna untuk membicarakan soal ini.

Sumber : Harian Umum Pikiran Rakyat, edisi Jum'at, 18 Januari 2008