Bersama FAD, Putri Gayatri Buat Petisi Stop Pernikahan Anak

Putri Gayatri Pratiwi, gadis kelahiran 12 Februari 2000 asal Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung, selalu aktif menyuarakan hak anak sejak duduk di bangku kelas 8. Menjabat sebagai Ketua OSIS SMP N 1 Pameungpeuk pada waktu itu, Putri bersama rekannya berinisiatif membuat gerakan sosialisasi atau kampanye bahaya pernikahan anak.

 

“Setelah melihat dinamika permasalahan remaja yang menimpa teman-teman, banyak yang putus sekolah karena menikah. Putri melihat ini sebagai hal yang tidak baik, hal serius dan kompleks. Putri merasa egois, apabila tidak memperdulikan isu ini,” ungkap Putri Gayatri saat menjadi bintang tamu pada acara talkshow di salah satu stasiun TV nasional, Jum’at (20/9/2019).

 

Melihat kiprah Putri, sebuah NGO (_Non Governmental Organization_)atau lembaga non pemerintah yaitu _Save the Children_ memfasilitasinya. Organisasi yang bergerak di bidang anak tersebut, memilih Putri untuk menyampaikan suaranya sampai ke DPR dan kementerian. Ia dipilih karena dianggap aktif, konsisten, dan berani menyampaikan suaranya.

 

Ketika usianya 15 tahun dan masih duduk di bangku kelas 11 di SMA N 1 Banjaran, Putri terpilih menjadi delegasi Indonesia untuk tampil berbicara di _United Nation General Assembly (UNGA)_ atau Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ke-70 tahun 2015 lalu. Pada acara yang digelar di New York Amerika Serikat itu, ia mewakili suara jutaan anak di dunia yang terampas hak-haknya.

 

“Dalam forum itu, Putri menyampaikan visi terkait isu pernikahan anak, akses pendidikan merata untuk anak disabilitas dan isu merokok pada anak. UU pernikahan kita masih membatasi usia pernikahan minimal 16 tahun. Itu kontradiktif dengan UU perlindungan anak, bertentangan dengan wajib belajar 12 tahun. Akhirnya dalam kesempatan berbicara di hadapan para pemimpin dunia itu, Putri menyampaikan bahwa regulasi sangat penting, karena kalau kami berkampanye tentang stop pernikahan anak, namun tidak ada payung hukum yang mendukung, maka usaha kami akan sia-sia,” terang bungsu dari 3 bersaudara ini.

 

Masih rangkaian kegiatan UNGA, Putri diperkenalkan kepada 60.000 penonton oleh Ratu Rania dari Yordania dalam acara Global Citizen Festival di Central Park, New York. Pada acara yang berbarengan dengan launching _Sustainable Development Goals_ (SDGs) tersebut, Putri membacakan visi untuk dunia di tahun 2030. Ia menyampaikan bahwa dalam tujuan pembangunan berkelanjutan, tidak boleh ada seorang anak pun yang tertinggal.

 

“_My vision for the world is that people everywhere have come together to make sure global goals are met and to leave no child behind_ (Visi saya untuk dunia adalah setiap orang di mana pun telah bersama-sama memastikan tercapainya global goals dan tidak meninggalkan seorang anak pun),” demikian kutipan ucapan puteri pasangan Herry Effendi dan Yenni Wahyuni ini.

 

Sepulang dari UNGA, ia bergabung dengan Forum Anak Daerah (FAD) Kabupaten Bandung, mereka membuat petisi stop pernikahan anak. FAD lebih mendorong lagi untuk mengangkat isu pernikahan anak.

 

“Kami juga dilibatkan dalam musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan) kabupaten. Suatu apresiasi yang luar biasa, ketika anak seperti Putri dilibatkan dalam pengambilan keputusan bersama para pemimpin daerah,” ucapnya.

 

Di tahun 2017, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung menganugerahkan Sabilulungan Award untuk Kategori Pemuda Inspiratif. Selain itu di tahun yang sama, Putri juga sempat diundang sebagai pembicara termuda pada Konferensi Kesehatan Nasional di Hotel Mercure Ancol Jakarta.

 

Tak cukup sampai di situ, pada tahun 2018, Putri juga mendapat kesempatan sebagai delegasi _Youth Ambassador for Annual Meeting, International Monetary Fund_ (IMF) di Bali. Hingga saat ini ia masih melanjutkan kegiatannya menginformasikan dampak dari pernikahan usia anak, baik di Kabupaten Bandung maupun Kota Bogor tempat ia mengenyam bangku kuliah.

 

Pada acara talkshow tersebut, Putri menutup sesi kedua dengan mengajak seluruh anak Indonesia untuk menunda pernikahan dan meraih cita-cita setinggi mungkin. “Remaja itu bangun bangsa, bukan rumah tangga,” pungkas Putri Gayatri.

 

Semua kiprah Putri Gayatri mendapat apresiasi dari Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bandung Hj. Kurnia Agustina Dadang M. Naser.

 

Di usia Putri yang masih remaja, Kurnia menilainya sangat peka dan memiliki kepedulian yang sangat tinggi pada keselamatan generasinya. Jika dilihat dari sisi kesehatan, imbuh Kurnia, apa yang dilakukan Putri saat ini, mengarah agar pasangan usia menikah harus di usia reproduksi yang sehat dan aman.

 

“Secara biologis, pernikahan dini bisa memicu ketidaksiapan fisik bagi

perempuan. Risikonya dapat menyebabkan tekanan darah tinggi pada ibu hamil, dan berpotensi kematian pada ibu dan anaknya,” ucap Kurnia.

 

Kurnia berpandangan, faktor ekonomi keluarga yang memaksa anak harus segera menikah, bisa menyebabkan pernikahan dini itu terjadi. Faktor pendidikan pun tambah Kurnia bisa menjadi salah satu alasan kasus tersebut bisa meningkat.

 

“Untuk menekan dampak-dampak yang akan terjadi sebaiknya sosialisasi tolak pernikahan dini harus lebih digencarkan lagi kepada masyarakat", imbuhnya.

 

Apa yang sedang Putri lakukan saat ini, menurut Bupati Bandung H. Dadang M. Naser perlu didukung dan dihargai semua pihak. Bupati Dadang Naser mengimbau, agar semua pihak bersinergi dan ikut peduli dalam pencegahan pernikahan dini.

 

"Kita selaku pemerintah daerah bisa bersinergis dengan tokoh masyarakat, ulama, terutama

para orangtua. Mereka harus paham dan bisa mengedukasi anak-anaknya agar

lebih fokus belajar dari pada memikirkan pernikahan,” tegas bupati.

 

 

Sumber: Humas Pemkab Bandung