Tiga Situ di Kab. Bandung Terancam Bobol

    Hal itu dikemukakan peneliti air Prof. Erman Mawardi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (PPPSDA) di Jalan Ir. H. Juanda, Bandung, Selasa (15/9). Menurut Erman, keretakan yang terjadi di Situ Cileunca dan Cipananjung, jika tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan kedua tanggul tersebut bobol dan air dari kedua sungai tersebut meluber ke permukiman masyarakat.

    Berdasarkan data PPPSDA, Situ Cileunca yang dikelola oleh PT PLN Sektor Saguling itu menghasilkan listrik 5,50 mw. Sementara itu, Situ Cipananjung yang didirikan pemerintah Hindia Belanda pada 1927 itu merupakan suplesi ke Situ Cileunca. Volume Waduk Cipananjung, kata Erman, sekitar 24,50 juta meter kubik. Selain menyebabkan banjir, lanjut Erman, keretakan pada situ tersebut dapat mengganggu suplai listrik di Jawa Barat.

    Pasalnya, kata Erman, kedua situ yang dikelola oleh PT Indonesia Power itu merupakan salah satu sumber penghasil tenaga listrik bagi masyarakat Jabar. Sementara itu, Waduk Cisanti, kata Erman, hanya merupakan sungai kecil yang dibangun oleh BKSAD Jabar untuk kepentingan konservasi dan penyediaan kebutuhan air di lingkungan setempat. Meskipun Waduk Cisanti sangat kecil, keretakan pada waduk dapat merusak konservasi lokal di daerah tersebut.

    Oleh karena itu, kata dia, pemerintah dan pihak pengelola waduk, yakni BKSDA Provinsi Jabar dan PT Indonesia Power, harus segera mengambil tindakan untuk membenahi kerusakan akibat gempa pada ketiga waduk tersebut.

    Menurut Erman, selain segera melakukan perbaikan pada ketiga waduk yang retak tersebut, masyarakat setempat juga harus melakukan sejumlah tindakan penyelamatan pada ketiga bendungan tersebut. Partisipasi masyarakat, lanjut Erman, dapat berupa menanami lahan kritis di wilayah mereka dan melakukan composting. Mengenai tanaman lahan kritis, kata Erman, di sekitar Danau Cileunca dan Cipananjung terdapat sekitar 450 hektare lahan kritis dan sejak 1960 masyarakat setempat sudah menanami kentang. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan waktu, permintaan terhadap kentang dan sayuran lainnya meningkat yang mengakibatkan pengolahan lahan sekitar meningkat.

    Akibatnya, erosi yang tercurah pada Danau Cileunca dan Cipananjung tersebut semakin tinggi. Sedimentasi tersebut, kata Erman, dapat dilihat dari menyempitnya badan danau dan pendangkalan yang sangat mengganggu suplai energi listrik. Penghijauan yang dilakukan di sekitar lahan pun sering tidak ada hasilnya. Pasalnya, pengolahan lahan intensif meminggirkan bahkan mencabut semua bibit muda tanaman keras di sekitar lahan.

    Oleh karena itu, sejak beberapa tahun terakhir ini, jenis tanaman di sekitar lahan bukan lagi berupa sayuran, tetapi kopi, cibreng, terong kori, dan suren. Penggantian tanaman itu, lanjut Erman, telah memperbaiki lahan kritis di lokasi Cileunca dan Cipananjung. Belajar dari pengalaman ini, pascagempa yang terjadi dua pekan lalu, perlu direspons masyarakat dengan melanjutkan penanaman kopi, suren, cibreng, dan terong kori pada lahan kristis di dua wilayah tempat waduk tersebut berlokasi.

    Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Air BPSDA (Balai Pengelolaan Sumber Daya Air) Provinsi Jawa Barat Jajat mengatakan, merespons keretakan yang terjadi pada ketiga waduk itu, Dinas PSDA telah melakukan survei. Selain itu, kata Jajat, Dinas PSDA juga sudah mengusulkan perbaikan ke Satuan Koordinator Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satkorlak PB) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (PNPB).

    Dinas PSDA sudah survei ke tiga situ tersebut dan sudahmengusulkan perbaikan, baik pada Satkorlak Jabar maupun PNPB, kata Jajat, Selasa (15/9).Menurut Jajat, masyarakat tidak perlu khawatir dengan keretakan tersebut karena perbaikan akan segera dilakukan, baik oleh pengelola maupun pemerintah.

    Sayap kiri Situ Cipanunjang serta saluran berukuran 3 x 6 m2 yang mengalirkan air dari Situ Cipanunjang menuju Situ Cileunca di Desa Warnasari, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung, retak akibat gempa bumi, Rabu (2/9). Sekitar 50 meter jalan penghubung berukuran 1 meter dan ketinggian 3 meter dan badan jalan sepanjang sekitar 10 meter, rusak. Ukuran retakan berkisar antara 2-5 cm.

    Dari peninjauan yang dilakukan UPTD Sub-DAS Cisangkuy, Bidang Irigasi, Drainase, dan Pertambangan Dinas Sumber Daya Air Pertambangan dan Energi (SDAPE) Kab. Bandung, Kamis (3/9), kerusakan itu menyebabkan akses penduduk Kp. Galian dan Kp. Cibuluh yang sebelumnya dihubungkan jalan tersebut, terganggu.

    Kepala UPTD Sub-DAS Cisangkuy Erico Tommy Rain, ditemui di kantornya di Jln. Ciherang, Kab. Bandung, Senin (14/9), membenarkan hal tersebut. Bisa saja retakan terjadi sebelum gempa, kita kan waktu itu hanya sidak. Tetapi, sifat dari bangunan air memang tidak akan rusak dalam waktu sekaligus, ada kurun waktu keretakan. Bisa saja retak sekarang dan baru jebol beberapa tahun ke depan.

    Erico yang juga mengadakan observasi ke lapangan, mengatakan, retakan yang terjadi merupakan retakan rambut. Retakannya halus tetapi banyak dan kami belum tahu sampai sejauh mana tingkat kerusakannya. Kapasitas kita kan hanya sebagai pendatang, yang berwenang untuk mengadakan penelitian yaitu pengelola.

    Sehubungan dengan kerusakan yang terjadi, Bupati Bandung Obar Sobarna melalui Dinas SDAPE Kab. Bandung sudah melaporkan hasil peninjauan lapangan Situ Cileunca, ke pihak pengelola dengan tembusan kepada Kepala Bappeda Kab. Bandung, Dinas PSDA Provinsi Jawa Barat, dan BBWSC Dirjen SDA Departemen PU.

    Situ Cileunca dibangun pada 1920-an dan memiliki luas 180 ha. Air situ digunakan untuk PLTA Plengan, Lamajan, dan Cikalong. Ketinggian air pada situ saat surut adalah 15-16 meter dan mencapai 20 meter di musim hujan. Namun, volume lumpur pada Situ Cileunca sudah mencapai ketinggian 7-9 meter dari dasar situ.

    Volume air yang terdapat pada Situ Cileunca adalah 11 juta m3 dan bersumber dari 5 aliran sungai, yaitu Sungai Cilaki, Sungai Cibolang, Sungai Cikuningan, Sungai Citambaga, dan Sungai Cihurangan. Sedangkan pembuangan air dari Situ Cileunca adalah Sungai Cisangkuy dan Sungai Cisarua.

    Sementara itu, pihak Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Saguling, menunjukkan laporan hasil inspeksi pasca gempa terhadap tiga bendungan (dam) yang ada di Kab. Bandung yaitu Dam Cipanunjang, Dam Pulo, serta Dam Playangan. Dari hasil inspeksi tersebut, tidak ditemukan indikasi kondisi abnormal pada konstruksi bendungan utama sehingga secara keseluruhan relatif aman.

    Sehari setelah terjadinya gempa, tim monitoring PT IP UBP Saguling langsung mengadakan inspeksi lapangan untuk mengecek kondisi konstruksi seluruh Bendungan yang berada di bawah pengelolaannya, di samping itu pada tanggal 07 September 2009 Tim Monitoring PT IP UBP Saguling bersama Balai Keamanan Bendungan Jakarta meninjau ke lokasi Dam PLTA Saguling dan ketiga Dam di PLTA Plengan (Dam Cipanunjang, Dam Palayangan, dan Dam Pulo). Dari hasil inspeksi secara visual maupun kajian data instrumentasi pascagempa, kondisi ketiga DAM tersebut tidak mengalami kerusakan signifikan, ujar Pitoyo Punu, Manajer Sipil dan Lingkungan PT Indonesia Power UBP Saguling.

    Pitoyo juga mengakui telah menerima surat permohonan dari bupati untuk mengkaji kondisi dam pascagempa karena terdapat temuan retakan pada konstruksi saluran air dari Dam Cipanunjang ke Situ Cileunca. Menurut dia, retakan tersebut terjadi di konstruksi saluran air permukaan di lereng urugan hilir Dam Cipanunjang, yang pengaruhnya tidak signifikan terhadap keamanan konstruksi dam. Namun, retakan sambungan buis beton dengan diameter kira-kira 30 cm tersebut akan terus kami pantau perkembangannya serta akan diambil tindakan perbaikan.

    Lebih lanjut ia mengutarakan bahwa inspeksi keamanan konstruksi dilakukan secara berkala setiap tahun dan akan ditingkatkan frekuensi pemeriksaannya jika terjadi peristiwa seperti gempa bumi, banjir, atau ketika terjadi fluktuasi air waduk. Ia mengimbau masyarakat agar tidak khawatir akan dugaan timbulnya retakan di Bendungan Cipanunjang, Pulo, dan Playangan.

 

 

Sumber : Harian Umum Pikiran Rakyat, Rabu 16 September 2009