Terancam Puso, 350 ha Sawah

    Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kab. Bandung A. Tisna Umaran ketika ditemui di Kompleks Perkantoran Pemkab Bandung, di Soreang, Rabu (6/1), mengatakan, sebagian sawah yang terendam banjir itu kini memang sudah surut. Namun, sawah tersebut dimungkinkan terendam kembali karena curah hujan masih tinggi. Selain ratusan hektare pertanaman padi yang terancam puso, menurut Tisna, saat ini terdapat enam belas hektare sawah di Kab. Bandung yang puso akibat banjir. Seluruhnya berada di Kec. Ibun.

    Puso baru terjadi jika terendam hingga tujuh hari berturut-turut dan tergantung pada tinggi serta usia tanaman. Puso juga terjadi jika ketinggian air melebihi tinggi tanaman. Namun untuk tanaman berusia 60-90 hari, kata Tisna, sudah relatif tahan terhadap banjir.

    Tisna menambahkan, sawah yang masih tergenang tersebar di tujuh kecamatan, yaitu Kec. Ciparay, Majalaya, Rancaekek, Ibun, Baleendah, Paseh, dan Cikancung. Areal persawahan yang paling luas terendam berada di Kec. Rancaekek, yaitu 102 hektare dan Kec. Paseh seluas 78,5 hektare. Sisanya berada di Kec. Ciparay seluas 38 hektare, Majalaya 40 hektare, Ibun 16 hektare, Baleendah 23 hektare, dan 53,5 hektare di Kec. Cikancung.

    Kami juga menyebar petugas pemantau organisme pengganggu tanaman di 31 kecamatan di Kab. Bandung untuk terus memantau lahan persawahan yang terendam banjir dan berpotensi puso. Ancaman lain yang bisa mengakibatkan puso di musim hujan yaitu longsor, yang berpotensi terjadi di Kec. Pacet dan Kec. Kertasari.

    Untuk sawah yang mengalami puso, menurut Tisna, akan mendapatkan bantuan benih dari pemerintah pusat yang dialokasikan melalui pemerintah kota/kabupaten. Tahun lalu, Kab. Bandung mendapatkan Cadangan Benih Nasional (CBN) untuk lahan seluas 504 hektare. Kalau untuk tahun ini, jumlahnya masih belum bisa dipastikan.

    Mengenai kebutuhan pupuk, Tisna mengatakan, kebutuhan pupuk untuk petani di Kab. Bandung sebanyak 83.406 ton. Daerah yang paling besar membutuhkan pupuk adalah Kec. Solokanjeruk, Rancaekek, Majalaya, dan Kec. Ciparay.

    Kebutuhan pupuk sebanyak itu terdiri atas 41.000 ton urea, 5.243 ton NPK Kujang, 12.235 ton NPK Ponska, 7.850 ton pupuk organik, 9.578 ton superfosfat, dan 7.500 ton pupuk ZA. Sementara kendala terbesar yang kini dihadapi adalah pendistribusian pupuk sesuai dengan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).

    RDKK sudah ditentukan untuk tiap kecamatan. Akan tetapi, sampai sekarang masih banyak petani di perbatasan mengambil pupuk dari wilayah terdekat, bukan dari jatah yang sudah dialokasikan. Akibatnya sering terjadi masalah dalam penghitungan. Hal itu misalnya terjadi pada petani di perbatasan Kec. Cilengkrang dengan Kota Bandung, Kec. Rancabali dengan Cianjur, dan perbatasan Kec. Nagreg dengan Kab. Garut.

 

 

Sumber : Harian Umum Pikiran Rakyat, Kamis 7 Januari 2010