Pemkab Bandung Terus Tingkatkan Mutu Layanan Kesehatan

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, ditegaskan bahwa setiap masyarakat mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atau sumber daya dibidang kesehatan, dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu serta terjangkau.

Berdasarkan hal itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung berencana membangun sejumlah fasilitas kesehatan, guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal tersebut mengemuka pada kegiatan Sosialisasi Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) - Kartu Indonesia Sehat (KIS) Kepada Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat di Hotel Grand Sahid Sunshine Soreang, Rabu (11/9/2019).

Asisten Perekonomian dan Kesejahteraan (Ekjah) Kabupaten Bandung H. Marlan, S.Ip., M.Si mengungkapkan, Kabupaten Bandung membutuhkan sekitar 3.700 tempat tidur, namun sampai saat ini baru ada sekitar 1.200 tempat tidur. Akibatnya, masih banyak masyarakat yang ditolak rumah sakit pada saat berobat atau rawat inap.

“Bahkan rumah sakit di Kabupaten Bandung juga melayani pasien dari daerah lain, seperti Cianjur dan Garut. Mudah-mudahan dengan adanya pembangunan Rumah Sakit Soreang yang menghabiskan anggaran sekitar Rp. 300 miliar dan pembangunan Rumah Sakit Salman yang berlokasi di Desa Sekarwangi Kecamatan Soreang, tidak ada lagi masyarakat yang ditolak rumah sakit,” ungkap Marlan.

Sebelumnya pada tahun 2004, Pemerintah Pusat menerbitkan UU Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. UU tersebut mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk, termasuk JKN melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

“Berdasarkan data sampai bulan Agustus 2019, sebanyak 78,64% dari total 3,7 juta penduduk Kabupaten Bandung telah terdaftar sebagai peserta JKN. Hal ini menunjukkan sebesar 21,36% penduduk Kabupaten Bandung belum terdaftar. Jika dilihat dari jumlah penduduk yang terdaftar, Kabupaten Bandung menempati posisi ke-17 dari 27 kabupaten/kota di Jabar (Jawa Barat),” paparnya.

Marlan melanjutkan, kurangnya kepesertaan JKN tersebut dikarenakan faktor demografis Kabupaten Bandung. Sehingga Universal Health Coverage (UHC) atau cakupan kesehatan semesta yang ditargetkan Pemerintah Pusat belum tercapai.

“Pemeritah Pusat menargetkan, per 1 Januari 2019 UHC mencapai 100%. Karena jumlah penduduk di Kabupaten Bandung sangat banyak, kami terkendala mencapai target tersebut. Akibatnya, Pemkab Bandung mendapat pemotongan pajak dari DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) untuk menutupi kekurangannya,” lanjutnya.

Melalui kegiatan itu, ia berharap masyarakat Kabupaten Bandung lebih paham dan sadar untuk mendaftarkan diri menjadi peserta JKN – KIS.

“Kegiatan ini menghadirkan langsung Brand Ambassador dari JKN – KIS, Ade Rai. Dengan pola sosialisai yang dilakukan BPJS, kami berharap bisa mengubah pola hidupnya masyarakat dan mengurangi angka kesakitan di Kabupaten Bandung,” harapnya.

Sementara Pps Kepala Kedeputian Wilayah Jabar, Mangisi Simarmata, SKM., MM., AAAK menjelaskan, sosialisasi tersebut bertujuan untuk memberikan informasi terkait program JKN –KIS, serta menanamkan  kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya menjadi peserta JKN – KIS.

“Dengan mengajak tokoh agama dan toko masyarakat di Kabupaten Bandung, kami berharap mereka bisa menjadi saluran informasi kepada umat atau masyarakat di lingkungannya. Sehingga, kesadaran akan pentingnya JKN – KIS bisa timbul apabila didapatkan dari tokoh-tokoh yang terpercaya,” jelas Mangisi.

Tak hanya itu ia menambahkan, kegiatan tersebut juga bertujuan untuk membangun Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS) pada masyarakat Kabupaten Bandung. Sehingga JKN – KIS tidak hanya digunakan untuk kuratif (menyembuhkan) tapi juga preventif (mencegah).

“Selain menyadarkan masyarakat untuk menjadi peserta dan melakukan PHBS, melalui kegiatan ini kami juga berharap agar mereka dapat tertib dalam membayar iuran,” tambahnya.

Sampai Agustus 2019 lalu, lanjut Mangisi, dari total 223 juta Peserta JKN – KIS sebanyak 34 juta Peserta Bukan Pekerja (PBP) tidak membayar iuran.

“Karena tidak tertib membayar iuran, 34 juta PBP tersebut dinonaktifkan kepesertaannya. Kami tidak bisa menyalahkan mereka, kami hanya bisa menghadirkan pola – pola sosialisasi seperti ini. Program ini bukan hanya untuk orang sakit saja, justru mereka yang sakit bisa kita bantu dengan kesehatan yang kita miliki. Dengan membayar iuran, kita ikut bersedekah bagi orang-orang yang sakit tersebut,” lanjut Mangisi.

Dirinya menilai, regulasi jaminan kesehatan di Indonesia belum terimplementasikan dengan baik. Lain halnya dengan negara lain, contohnya Jepang dan Korea.

“Di Jepang dan Korea, apabila tidak tertib membayar iuran jaminan kesehatan, negara berhak merampas hartanya. Hal tersebut sudah diatur dalam UU yang mereka miliki. Berbeda dengan kedua negara tadi, Indonesia masih memiliki toleransi,” pungkasnya.

Sumber : Humas Pemkab Bandung