Pabrik Tahu Cangkuang Terancam Bangkrut

Kenaikan harga bahan baku kacang kedelai yang mencapai kisaran Rp 770.000/kuintal dari sebelumnya Rp 300.000/kuintal, sangat memberatkan para perajin. Apalagi saat ini harga kacang kedelai terus melambung.

Iwan mengatakan, dengan kenaikan harga bahan baku hingga 100% itu, para perajin tahu benar-benar menjerit dan mengalami kesulitan untuk mengimbangi harga jual produksi tahu di pasaran.

Sebab sejak satu bulan terakhir ini, para perajin tahu terus merugi. Misalnya dari produksi kacang kedelai sebanyak 100 kg/hari, yang berhasil terjual tahunya itu mencapai 80%, jadi mengalami kerugian rata-rata 20%,sedangkan harga jual tahu antara Rp 150-Rp 500/buah.

Lesunya pemasaran tahu itu, lanjut Iwan, tidak hanya dipicu kenaikan harga bahan baku kacang kedelai, melainkan juga disebabkan ukuran tahu yang para perajin diperkecil.Biasanya setiap loyang/alat pencetak tahu menghasilkan 100 buah tahu. Kini setelah didera kenaikan bahan baku kedelai yang terus melejit, jumlahnya mulai diperbanyak/diperkecil menjadi antara 130-140 buah/loyang.

Upaya memperkecil ukuran tahu itu, katanya, ternyata berdampak buruk terhadap minat konsumen untuk membeli tahu yang menjadi menurun. Padahal hal itu tidak lain untuk mempertahankan usaha para perajin di bidang pembuatan tahu yang menjadi mata pencaharian sehari-hari.

Kendati demikian, para perajin walau terus mempertahankan usahanya, kian hari terus mengalami kerugian. Kerugian itu, tidak hanya dipicu lemahnya pemasaran, tetapi banyaknya para pedagang keliling yang berhenti berjualan, juga berpengaruh kuat pada laju ekonomi perajin tahu.

Selain itu, katanya, persediaan minyak tanah yang belakangan ini sempat menjadi buruan warga, juga dapat memicu kenaikan biaya produksi tahu. Termasuk persediaan kayu bakar yang mulai berkurang karena musim hujan, juga berdampak kuat pada produksi dan upaya mempertahankan usaha ini.

Hal serupa diungkapkan Camat Cangkuang, Drs. Uka Suska Puji Utama. Menurutnya, akibat kenaikan harga bahan baku kedelai yang terus melambung hingga Rp 750.000-Rp 800.000/kuintal, puluhan pabrik tahu di wilayahnya terancam gulung tikar.Tetapi sampai saat ini belum ada yang berhenti total akibat kenaikan harga bahan baku kacang kedelai tersebut. Mereka masih mempertahankan usahanya dengan cara memperkecil ukuran dan menaikkan harga jual.

Sementara itu, dampak kenaikan harga kedelai bukan hanya dirasakan para produsen tahu skala kecil, tapi juga para produsen tahu skala besar. Mereka mengaku terpaksa mengurangi jumlah produksi karena harga bahan baku kedelai mengalami kenaikan sangat tinggi. Hal itu dilakukan untuk menutupi biaya produksi yang membengkak.

Asep Riyadi, wakil manajemen produsen tahu Yun-Yi mengungkapkan, Kami juga ikut merasakan kenaikan harga kedelai. Setelah ada kenaikan harga kedelai, produksi kami juga berkurang. Biasanya dalam sehari kedelai yang dipakai untuk produksi tahu mencapai 5 kuintal, tapi setelah harga kedelai naik, pasokannya berkurang jadi 4 kuintal.

Selain produksi berkurang, menurut Asep, ukuran tahu yang diproduksinya juga ikut berkurang. Hal itu untuk mempertahankan harga tahu yang dijualnya, sehingga tidak terlalu memberatkan konsumen. Meskipun harganya masih sama, yaitu Rp 1.400, namun ukurannya kami kurangi. Karena kalau enggak, mana mungkin kami bisa menutupi biaya produksi yang membengkak. Sebenarnya kami juga serba salah dengan keadaan ini, jika harga tahu dinaikkan takutnya para pelanggan kabur. Jadi kami terpaksa mengurangi ukurannya, meskipun berat.

Setelah ukuran tahu yang diproduksinya berkurang, Asep mengaku banyak pelanggannya yang merasa keberatan. Pasalnya selama beberapa tahun terakhir ini ukuran tahu yang dijualnya masih tetap sama. Namun setelah ada kenaikan kedelai yang hampir 100% lebih, membuatnya terpaksa mengurangi ukuran tahu yang dijualnya. Pelanggan tentu saja banyak yang komplain, soalnya sebelumnya belum pernah dikurangi. Sebelumnya juga harga kedelai belum pernah naik setinggi ini, tapi sekarang kenaikannya sudah mencapai 100%.

 Sumber : Harian Umum Galamedia, Edisi, Jum'at 18 Januari 2008