Kopi Kabupaten Bandung Jangan Hanya Jadi Juara, Tapi Laku Dipasaran

Predikat kopi juara yang dimiliki kopi asal Kabupaten Bandung, selama ini tidak menjamin meningkatnya penjualan dipasaran.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Indag) Dra. Hj. Popi Hopipah.,M.Si usai acara bimbingan teknis produksi industry kecil kopi di Jawa Barat, yang berlangsung di Hotel Antik Soreang, Sabtu (25/11).

“Kita akui, ada kebanggan saat kopi milik Kabupaten Bandung selalu menjadi juara, tapi kenyataannya produk kopi kita salah satunya Java Preanger kalah daya jual dengan kopi yang digunting. Ini berarti ada harus dibuat inovasi perindustriannya, apalagi kita sekrang sudah punya kampung gula aren,” ungkapnya.

Lebih lanjut Dia menjelaskan, bahwa hanya 7 Kecamatan di Kabupaten Bandung yang tidak menghasilkan kopi.

Melalui bimbingan teknis tersebut, dengan kerjasama dengan Kementrian Perindustrian, industry produksi kopi di Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Bandung akan berkembag lebih maju untuk kesejahteraan petani.

“Kami bersama Kementrian Perindustrian akan melatih dan mendamping IKM kopi Kabupaten Bandung. Selama ini petani menghasilkan kopi berkwalitas dan enak, namun saat proses roastingnya belum benar dan packagingnya juga tidak menarik, terkadang orang ragu. Saya punya cita-cita ingin mensejahterakan petani kopi,” harap Popy.

Dia menambahkan, hasil pertanian kopi di Kabupaten Bandung yakni 90 persen kopi jenis arabika dan kebunnya berada di ketinggian 50 hektar.

Dengan teknologi saat ini, proses pengelolaan kopi, pengemasan hingga pemasaran akan sangat terbantu.

Menanggapi hal itu, Direktur direktorat IKM pangan, barang dari kayu dan furniture Kementrian Perindustrian Dr.Ir Sudarto,MM akan melakukan pembinaan dengan melibatkan komunitas petani agar sasaran untuk peningkatan perindustrian sector kopi lebih cepat.

“Pembinaan yang kami lakukan melalui pendekatan komunitas, akan lebih efektif produktif dan lebih prospektif. Industry akan mengolah sumber daya alam berbasis pertanian, perkebunan, kelautan, perikanan, dan ESDM, jelas Sudarto.

Secara teknis, Dia mengungkap dengan hadirnya perindustrian akan sangat berpengaruh pada nilai jual.

“Begitu diindustrialisasi 1 kali roasting selama 15 menit, jika dimanfaatkan efektif 1 jam bisa 4 kali roasting hasilnya 4 kilo kopi. Kalau ada warkopnya, 1 cangkir 10 gr, 4 kilo bisa menghasilkan 400 cangkir, berapa nilai rupiah yang bisa didapat,” ungkapnya.

Di kabupaten Bandung kata Dia, Kebon Kopi tersebar di berbagai kecamatan yang terletak di dataran tinggi.

Mulai dari Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang, Cicalengka, Nagreg, Ibun, Kertasari, Pangalengan, Cimaung, pasirjambu, rancabali dan Ciwidey.

“Selain itu, ada juga di Pacet, Soreang, Ciparay dan Arjasari, dengan luas area perkebunan rakyat untuk kopi arabika di kabupaten Bandung, tahun 2014 tercatat sekitar 10.273 hektar dengan produktivitas 1017 kilo per hektar,” ungkap Dia.

Dengan adanya potensi tersebut lanjutnya, pada tanggal 22 sampai 25 November 2017 Dirjen IKM (Indistri Kecil menengah) kementerian perindustrian, melakukan pengembangan industri kopi di kabupaten Bandung melalui peningkatan SDM bidang roasting dan cuping.

Sedangkan untuk menjamin kegiatan pertumbuhan penumbuhan kopi diperlukan pembinaan di sektor petani kopi, agar menghasilkan green bean yang berkualitas di kabupaten Bandung.

“Kegiatan serupa juga telah dilakukan di daerah-daerah penghasil kopi unggulan seperti Lampung, Jambi, Sumbawa dan daerah potensial lainnya.

Saya harap, kegiatan ini dapat mendorong minat masyarakat untuk mengembangkan industri kopi dan menengah.

Kedepan kami akan terus melanjutkan berbagai program dan kegiatan, untuk pengembangan iklim kopi di Indonesia dengan fokus pada pertumbuhan wirausaha baru di seluruh sentra potensial yang mempunyai standar kompetensi kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

Press Realese Kominfo Setda.