Bupati R. MEMED ARDIWILAGA,BA Periode 1960-1967



R. MEMED ARDIWILAGA, BA.
 Periode 1960-1967

Sejak tahun 1956 sudah timbul gerakan-gerakan separatis ditanah air yang mengancam keutuhan Republik. Pertentangan dan persaingan antara partai-partai begitu panas dan menggelora. Akhirnya presiden pada tanggal 5 Juli 1945 mengeluarkan Dekrit Presiden. Dengan keluarnya Dekrit Presiden maka UUD 1945 berlaku bagi seluruh wilayah Hukum Republik Indonesia. Badan konstituate dibubarkan dan dibentuk badan baru.


Dekrit Presiden
 5 Juli 1959
Dekrit presiden 5 Juli 1959 ternyata itu bergerak ke arah yang lebih mengutamakan komando atau instruksi dari atasan "dari pada mendengarkan" suara dari bawah (Rakyat). Partai-partai politik yang sebelumnya menguasai kehidupan politik di Negara kita kini menundukan kepala dihadapan presiden. Secara berangsur-angsur munculah dua kekuatan baru yang makin lama kekuatan Makin besar mereka ialah golongan Karya terutama Angkatan Bersenjatan Republik Indonesia dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Untuk melaksanakan cita-cita Dekrit Presiden itu susunan ketatanegaraan segera dirombak Perombakan ketatanegaraan atau ketata-pemerintahan itu disesuaikan dengan isi Dekrit Presiden (berlakunya Undang-undang Dasar 1945) dan haluan Negara. (Manipesto Politik Republik Indonesia). Kenyataannya perombakan itu diarahkan terhadap penumpukkan kekuasaan ditangan Presiden panglima tertinggi atau pimpinan besar revolusi Soekarno disatu pihak, dilain pihak untuk Inisiatif dan Kreatifitas rakyat.




Kampanye Partai Pada Masa Orde Lama

Khususnya tentang pemerintahan Daerah, perombakkan ketata-negaraan atau ketatapemerintahan itu diarahkan agar daerah-daerah (Rakyat dan Pemerintah Daerahnya) mendukung tindakan-tindakan dan kebijaksanaan yang diambil oleh Presiden Soekarno. Demikianlah dengan keluarnya Peraturan Presiden No. 6 Th 1959 rakyat didaerah-daerah (melalui DPRDnya) dipaksa secara halus untuk menyetujui kehendak Presiden dan konsekwensi-konsekwensinya.

Pada saat berlangsungnya perombakan ketata-negaraan khususnya tata pemerintahan daerah Kabupaten Bandung tidak mempunyai seorang Kepala Daerah. Sepuluh calon kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD DT.II Bandung tanggal 31 Oktober 1959 ditolak oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 20 Januari 1960. Untuk sementara Bupati Bandung dipegang oleh R. Godjali Gandawidura. Dengan keluarnya Surat Keputusan pejabat Presiden Republik Indonesia No.158/M/1960 tertanggal 7 April 1960. MAYOR R.MEMED.ARDIWILAGA, B.A diangkat menjadi Bupati kepala DaerahSwantara TK.II Bandung dan dilantik pada tanggal 20 April 1960 oleh Wakil Gubernur Kepala Daerah DT.I Jawa Barat, ASTRAWINATA. Pengangkatan ini langsung ditangani oleh Presiden dengan Surat Keputusannya dan tanpa Melalui Pemilihan Rakyat (DPRD). Ia adalah Bupati pertama yang berasal dari kalangan Militer. Bupati Mayor R.Memed Ardiwilaga, BA. mengadakan perubahan Tata Pemerintahan, pemulihan keamanan dan Rehabilitasi Masyarakat Desa. Dan menjelang akhir jabatannya terjadilah apa yang dikenal sebagai "Peristiwa G30-s".

Pada upacara Pelantikan Mayor Ardiwilaga, BA menjadi Bupati Kepala Daerah DST I Bandung juga dinyatakan bubarnya jabatan kepala Daerah (kini dirangkap oleh Bupati) Badan Dewan Pemerintahan daerah (DPD) oleh ketua DPRD DST II Bandung R. Suwendi Sumawiguna.

Diluar struktur Pemerintahan resmi dibentuk pula suatu badan yang disebut catur tunggal. Kemudian ditingkatkan menjadi paca Tunggal. Bandan ini berfungsi untuk mengkoordinir kerjasama antara Bupati Kepala Daerah, komando Distrik Militer, jaksa, polisi, dan Front nasional.

Sementara itu jabatan Sekretatis daerah menjadi penting kedudukannya karena wewenang dan tugasnya diperluas. Untuk pertama kalinya seorang sekretaris daerah dipilih oleh DPRD. Pada sidang pleno DPRDGR DST II Bandung tanggal 13 Maret 1965 terpilih ANDA KERTABUDI sebagai SEKDA DST II Bandung.

Berdasarkan undang-undang No.18 tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintah daerah sebutan Daerah Swantara Tingkat II diganti Daerah Tingkat II dan kedudukan Wedana dihilangkan, tugas-tugasnya dialihkan kepada Bupati Kepala Daerah.

Awal tahun 1967 mulai diwarnai oleh peristiwa-peristiwa yang sangat menarik. Sebagai jawaban atas penolakan MPRS terhadap pidato Nawaksara, sebagaimana tertuang dalam keputusan MPRS No.5/Presiden Soekarno menyampaikan laporan tertulis kepada MPRS yang kemudian dikenal sebagai Pel Nawakarsa (pelengkap Nawakarsa).

 
 
Gubernur Jawa Barat Letjen TNI (Purn) DR (HC) H.Mashudi
Ketika terjadi peristiwa G-30 S pimpinan Pemerintah Kabupaten dihadapkan kepada kesulitan yang besar. Pada waktu itu Gubernur Jawa Barat, sedang berada diluar negeri  (RRC) sedangkan Pemerintah Daerah kabupaten Bandung tidak mempunyai pegangan untuk menghadapi peristiwa itu. Informasi itu pun tidak tegas. Setelah Gubernur jawa Barat Mayor Jenderal Mashudi berada kembali ditanah air dan memberi petunjuk, pimpinan Pemda Kab Bandung mempunyai pegangan dalam menghadapi peristiwa itu. 

Di Kabupaten Bandung ada beberapa orang camat yang didemonstrasi oleh rakyatnya karena diketahui sebagai anggota PNI. Rakyat menolak kepemimpinan camat itu. Untuk menghadapi masalah ini Bupati Bandung memutasikan mereka. Ada yang dipindahkan tugas kedaerah lain ada pula yang ditarik ke kantor kabupaten. Mereka mendapatkan pengawasan khusus dari pimpinan pemerintah daerah agar kembali ke jalan yang benar.

Meskipun terdapat beberapa orang aparat pemerintah Daerah yang ditahan tapi pada umumnya pemerintah di Kabupaten Bandung terus berjalan sebagaimana biasa. Pejabat-pejabat pemerintah yang dipecat. Diberhentikan atau dinon-aktifkan dari tugasnya, segera diisi dengan cara pengalihan tugas, pengangkatan pejabat sementara. Disamping itu dilakukan penerangan-penerangan, ceramah-ceramah, pengajian-pengajian, ke desa-desa untuk menjelaskan tentang niat jahat PKI dan bahaya ajaran Komunis, serta perlunya dipertahankan dan dilaksanakannya pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Sumber : Penelusuran Sejarah Pemerintah Kabupaten Bandung Tahun 1846 - 2010