Bupati Bandung Dorong Percepatan Pembuatan Kolam Retensi Air

Sebagai upaya penanggulangan bencana (PB) banjir, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung, mendorong percepatan pembuatan kolan retensi air.

Mengenai solusi dampak banjir yang sedang terjadi di Kabupaten Bandung, Bupati H. Dadang M. Naser,SH.,S.Ip.,M.Ip, akan terus berintegrasi dengan BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) Citarum terkait pembuatan danau retensi, yang sedang dilakukan.

“Sedangkan untuk penanganan banjir di Baleendah, pembebasan lahan kurang lebih 8 hektar atau sebanyak 504 bidang dari catatan awal, dengan anggaran sebanyak 152 miliyar yang akan di gunakan untuk kolam retensi. Kolam ini dapat menampung luapan air sungai citarum yang ditangani Pemerintah Pusat dan Kabupaten Bandung," imbuhnya.

Saat ini lanjut Dia, baru 33 milyar disiapkan sementara untuk penggantian pembebasan lahan, sedangkan untuk kegiatan fisiknya sekitar 200 milyar dan diperkirakan akan selesai tahun 2018.

“Namun saat dilakukan pendataan terakhir, ternyata total lahan yang dibebaskan seluruhnya ada 546 bidang dari 596 penerima. Luasan lahan bertambah jadi mencapai 8,7 hektar. Sekitar 114 bidang dan 146 penerima telah dilakukan pembebasan pada tahap I oleh BBWS Citarum, maka pembebasan lahan menyisakan lahan seluas 7.590 meter persegi dengan 38 penerima pada tahap akhir nanti,” terangnya.

Bupati menyatakan, nilai appraisal yang akan diberikan pada penerima, jumlahnya akan disesuaikan dengan perhintungan tertentu, “jadi setiap penerima jumlahnya mungkin tidak sama,” ucap Bupati.

Lebih lanjut Bupati menjelaskan, bahwa sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2013 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana, PB adalah tanggungjawab 3 pilar, yakni pemerintah, dunia usaha juga masyarakat.

Maka menurutnya, tidak salah jika masyarakat turut dilibatkan dalam program dan kegiatan PB.

“Masyarakat perlu diberikan penjelasan, bahwa tanggung jawab PB itu bukan hanya pemerintah. Tapi ada juga keterlibatan pengusaha dan masyarakat itu sendiri. Sesungguhnya, upaya yang dilakukan Pemkab sudah maksimal, namun belum ada hasil yang signifikan,” ucap Bupati.

Penanganan masalah banjir di Kabupaten Bandung kata Dia, adalah masalah bersama.

Karena sejak tahun 1980 an banjir sudah melanda Bandung saat itu.

Setiap periode Kepala Daerah memilki strateginya sendiri dalam PB banjir.

Periode sekarang Pemkab melakukan tindakan pencegahan bencana, seperti mitigasi wilayah rawan bencana, penguatan kapasitas masyarakat yang tinggal di daerah rawan, juga pemenuhan kebutuhan logistik bagi aparat desa.

“Sesuai dengan status tanggap darurat siaga bencana banjir dan longsor yang ditetapkan tanggal 31 Oktober, tindakan responsif terhadap kejadian bencana sudah dilakukan, yakni melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Sosial, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan), Dinas Kesehatan juga stakeholder lainnya,” kata Dia.

Sebetulnya kata Bupati, keseriusan pemerintah dalam dalam menyelesaikan banjir, dilakukan pula pengendalian secara vegetative.

Sebagai salah satu langkah mengatasi persoalan lahan kritis di hulu sungai Citarum, sekitar tahun 2013 lalu dilakukan pembuatan leuweung sabilulungan.

Tanpa mengesampingkan lahan kritis di daerah lainnya, tambah Bupati, penanganan lahan kritis di Kecamatan Kertasari menjadi prioritas Pemerintah Kabupaten Bandung.

Hal ini perlu dilakukan, mengingat di wilayah ini terdapat hulu sungai Citarum yang keberadaannya sangat dinantikan oleh jutaan penduduk Jawa Barat.

“Jika lahan kritis di Kertasari tidak segera ditangani, maka akan mengakibatkan sedimentasi yang demikian tinggi di aliran sungai Citarum, untuk itu saya sangat memprioritaskan penanganan lahan kritis di daerah hulu saat itu,” ucap Bupati.

Sebelumnya, Bupati Bandung Dadang M. Naser mengakui masih ada alih-fungsi lahan di area hulu Sungai Citarum.

Beberapa jenis alih-fungsi lahan itu di antaranya ditemukan masih adanya area pertanian sayuran masyarakat di lahan hutan yang sebenarnya tidak diperbolehkan ditanami sayuran.

Sehingga, hal itu pun berdampak pada kelangsungan ekosistem dan timbulnya lahan kritis.

“Untuk memulihkan lahan kritis dan menata ruang di hulu Sungai Citarum, saya ingatkan berkali kali untuk masyarakat yang masih menanami sayur-mayur di lahan dengan kemiringan tertentu, agar bersikap kooperatif dalam menjaga kawasan di hulu,” ungkap Dadang M. Naser.

Pemerintah bersama konsorsium sabilulungan ucap Bupati, juga sudah mengarahkan para petani sayur mendapatkan bimbingan dan difasilitasi, sehingga mereka beralih profesi menjadi petani buah.

Bupati mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat dan semua element untuk sabilulungan berupaya mengatasi persoalan lingkungan, yang nantinya berakibat bencana.

“Karena tidak mungkin pemerintah mampu bekerja sendiri dalam penanggulangan bencana. Dibutuhkan peran aktif dan kerjasama semua pihak, baik mulai dari upaya prefentif, responsif juga rehabilitative,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bandung Drs. Tata Irawan Subandi mengungkapkan, berdasarkan data di lapangan pada tanggal 17 November 2017, hingga pukul 15.00 WIB, jumlah terdampak di tiga kecamatan, yaitu Dayeuhkolot, Baleendah dan Bojongsoang diantaranya tercatat 362 kepala keluarga (KK), 1,207 jiwa, 138 lansia, 125 balita, 5 ibu hamil, 86 anak, 19 ibu menyusui dan 1 orang sakit.

“Sedangkan untuk daya fisik, kami mencatat 4.097 rumah terendam, 10 gedung sekolah, 8 gedung fasilitas umum dan 27 tempat ibadah,” paparnya.

Selanjutnya Dia menginformasikan mengenai rata-rata ketinggian genangan air di jalan raya, sehingga tidak bisa dilalui kendaraan.

Diantaranya jalan andir- katapang (50-210 cm) dan Jl. Raya Banjaran-Dayeuhkolot (10-50 cm), dengan kondisi yang fluktuatif tambahnya, sesuai dengan intensitas hujan.

Press Release Kominfo Setda.