Banjir Surut Sisakan Lumpur

    Berdasarkan pemantauan, Rabu (9/4), banjir yang sampai Selasa (8/4) malam masih menggenangi Jln. Laswi Kec. Majalaya, sudah surut. Meski begitu, arus lalu lintas masih belum lancar karena kendaraan yang lewat harus berjalan perlahan saat melewati jalan yang ditutupi lumpur.

    Lumpur juga masih menutupi permukiman penduduk di sekitar Jln. Laswi hingga Jln. Tengah, Kec. Majalaya. Penduduk sekitar terlihat sibuk membersihkan lumpur dan air dari rumah mereka, baik dengan sekop maupun mesin pompa.

    Sampai tadi malam, ketinggian genangan air masih sekitar 30 cm, kata Mahmud, warga sekitar Jln. Tengah, Majalaya. Walau sudah mulai membersihkan rumahnya masing-masing, warga masih tetap mewaspadai banjir susulan. Mereka menyimpan barang di lantai dua rumahnya, sebab pada siang hingga sore kemarin, hujan deras kembali mengguyur daerah itu.

    Genangan air juga masih menjadi penghalang bagi para pengendara mobil dan sepeda motor yang melintas di jalan yang menghubungkan Majalaya dengan Rancaekek. Meski begitu, secara umum, situasi di Kec. Majalaya terlihat normal. Kegiatan perniagaan di sekitar Pasar Majalaya, Alun-alun Majalaya, dan aktivitas industri di wilayah itu berjalan seperti biasanya.

    Sementara itu, air yang menggenangi daerah Bojong Citepus, Kec. Dayeuhkolot juga sudah surut. Jln. Cisirung yang sampai Selasa (8/4) malam masih tergenang air, sudah kembali dilalui kendaraan. Berbeda dengan banjir yang melanda Kec. Majalaya, banjir di Kec. Dayeuhkolot tidak banyak meninggalkan lumpur. Warga di daerah itu pun sudah bisa menjalankan aktivitasnya dengan normal.Namun demikian, warga tetap mewaspadai banjir, karena muka air Sungai Citarum masih tinggi. Jika hujan besar turun lagi, kemungkinan air sungai itu akan kembali meluap.

    Di lokasi banjir, warga pun terlihat sibuk membersihkan lumpur di pekarangan rumahnya masing-masing. Capek banget, setiap tahun harus begini. Ingin pindah dari sini tapi pasti nggak ada yang mau beli rumah ini, kata Ketua RT 03 RW 03 Desa Majasetra Kec. Majalaya, Aming, Selasa (9/4). Dia mengaku sudah dua hari berturut-turut membersihkan lumpur setebal 75 cm yang menggenangi rumahnya.

    Hal serupa dialami warga RT 02 RW 10 Desa Majalaya Kec. Majalaya, Riki (27) yang ditemui saat sedang membersihkan lumpur di teras rumahnya. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai montir itu selalu menyempatkan diri membantu keluarga membersihkan air dan lumpur di rumahnya.

    Bosan juga kalau begini terus. Selain capek, saya jadi nggak bisa bekerja. Anak-anak di daerah sini juga jadi nggak bisa belajar karena sekolah mereka digenangi banjir dan lumpur. Kepenatan serta ketidakmampuan untuk mencari hunian baru, membuat Aming serta Riki sangat berharap pemerintah segera mengambil tindakan yang tepat agar banjir tidak datang kembali ke daerah mereka. Keduanya memohon agar pemerintah segera menormalisasi Sungai Citarum yang menjadi penyebab bencana setiap tahun.

    Pemerintah jangan hanya memberi bantuan berupa makanan ataupun peralatan yang sifatnya sementara saja. Yang kita butuhkan adalah upaya nyata supaya Citarum tidak lagi meluap dan menggenangi Majalaya lagi.

    Koordinator Divisi Lingkungan pada Pusat Sumber Daya Komunitas (PSDK), Jefry Rohman menyayangkan belum adanya tindakan yang tepat dari pemerintah untuk mengatasi persoalan Sungai Citarum. Selama ini, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) hanya berusaha menormalisasi sungai tanpa melihat penyebab masalah sebenarnya.

    Berbagai projek yang telah dan akan direalisasikan seperti pelurusan, pengerukan, pemangkasan Curug Jompong, sampai pembuatan terowongan air Sungai Citarum bukanlah penyelesaian. Selain biayanya mahal, risiko gagal pun cukup.

    Jefry menuturkan, sinergi antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat mutlak dibutuhkan untuk mencari pemecahan masalah Sungai Citarum yang sangat kompleks. Sungai yang merupakan pusat hidrologi masyarakat Jawa Barat tersebut , membutuhkan solusi komprehensif karena penanganan tata ruang, lahan kritis, serta sampah, mutlak diperlukan.

    Saat ini Sungai Citarum masih menjadi kewenangan pusat. Padahal, dengan adanya otonomi daerah, seharusnya dapat ditangani pemerintah kabupaten dan kota di Jawa Barat. Dengan demikian, setidaknya pemerintah daerah kita punya hak untuk melakukan perbaikan tanpa minta pendapat pusat.

 

Sumber : Harian Umum Pikiran Rakyat, Kamis 10 April 2008